Direktur Amnesty International Indonesia: Pengesahan RKUHP Mengancam Hak Korban Atas Keadilan

Usman Hamid Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia.

Nabire, CekFakta
-  Pengesahan RKUHP berjalan di tengah kritik berbagai pihak mengenai pasal-pasal yang mengancam kebebasan sipil maupun hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Indonesia, terutama dari kaum marjinal dan minoritas, meniadakan keadilan bagi korban pelanggaran HAM, merendahkan martabat manusia serta membahayakan hak asasi secara umum.

“Pasal-pasal yang bertentangan dengan prinsip HAM internasional, di antaranya pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, penghinaan terhadap pemerintah yang sah, penyiaran berita bohong, pasal penyelenggaraan aksi tanpa izin, penghinaan kekuasaan umum dan lembaga negara, dan pencemaran nama baik,” kata Usman.

“Dipertahankannya pasal-pasal itu menunjukkan ketidakpercayaan negara terhadap warganya. Ini mengingatkan kita akan otoritarianisme rezim Orde Baru ketika negara merasa berhak membatasi ruang gerak warganya di luar ketentuan yang diperbolehkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik,"sambung Usman menambahkan.

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, KUHP yang baru juga berpotensi menghilangkan kekhususan asas retroaktif yang terdapat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pelanggaran HAM yang berat sebagai tindak pidana khusus dalam UU Pengadilan yang mengenal pemberlakuan retroaktif telah kembali berpotensi diubah. Artinya, segala pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum disahkannya aturan ini, tidak dapat diproses hukum. Hal ini jelas mengancam hak korban atas keadilan.

“Ini pukulan telak bagi korban dan keluarga korban yang telah memperjuangkan keadilan selama puluhan tahun. Pukulan telak bagi mereka yang setiap hari Kamis menggugah nurani pemimpin negara di depan Istana. Apakah empati sudah sedemikian langka di hati anggota Dewan dan Pemerintah?,” ujar Usman.

Usman mengatakan, Indonesia memiliki kedudukan internasional yang masih baik. KUHP ini jelas mencederai sikap Indonesia yang telah meratifikasi sembilan perjanjian internasional HAM utama. Ke depan, kita harus mendorong agar KUHP dapat diperbaiki. Kita harus membela hak-hak kita dan hak orang lain. Masyarakat sipil adalah kunci resiliensi kemajuan HAM di Indonesia.

“Kepada Pemerintah, kita perlu terus menyuarakan bahwa kita membutuhkan ekonomi yang berinvestasi dalam hak asasi manusia dan bekerja untuk semua orang,"ungkapnya.

Latar Belakang

Hak atas kebebasan berpendapat dan berkumpul secara damai sudah dijamin dan dilindungi di berbagai instrumen hukum. Dalam instrumen hak asasi manusia internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum Nomor 34 terhadap Pasal 19 ICCPR. Hak tersebut juga dijamin di Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E ayat (3) dan 28F UUD 1945, serta pada Pasal 14 dan 25 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Hak untuk berkumpul secara damai dijamin di Pasal 21 ICCPR dan Komentar Umum Nomor 37 terhadap Pasal 21 ICCPR. Komentar Umum tersebut menjelaskan bahwa: “Sebuah kegiatan berkumpul hanya boleh dibubarkan dalam kasus-kasus tertentu. Pembubaran boleh dilakukan saat sebuah kegiatan tersebut sudah tidak lagi damai, atau jika ada bukti jelas adanya ancaman nyata terjadinya kekerasan yang tidak bisa ditanggapi dengan tindakan yang lebih proporsional seperti penangkapan terarah, tapi dalam semua kasus, aparat penegak hukum harus mengikuti aturan-aturan mengenai penggunaan kekerasan.”

Pasal 19 ICCPR mengizinkan pembatasan kebebasan berekspresi untuk alasan ‘keamanan nasional’ — sebuah elemen yang biasa digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk melabeli tindakan ‘makar’. Pembatasan tersebut dijelaskan secara lebih mendalam di Prinsip-Prinsip Siracusa. Dalam Prinsip-Prinsip Siracusa, pembatasan dengan alasan keamanan nasional hanya dapat dilakukan jika terdapat ancaman atau penggunaan kekuatan. Istilah ‘kekuatan’ (force) dalam Prinsip-Prinsip Siracusa mendekati argumentasi ‘aanslag’ di atas, yakni serangan fisik.

Sementara itu, pembunuhan di luar hukum oleh aparat merupakan pelanggaran hak untuk hidup, hak fundamental yang jelas dilindungi oleh hukum HAM internasional dan Konstitusi Indonesia. Dalam hukum HAM internasional, Pasal 6 ICCPR telah menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorang pun yang boleh dirampas hak hidupnya. Maka kegagalan proses hukum dan keadilan atas pelaku pembunuhan di luar hukum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

Pasal 7 ICCPR menjamin hak untuk untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat. Hak ini bersifat dianggap sebagai norma yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan apa pun (jus cogens). Alhasil, tiap negara wajib melindungi setiap orang dari penyiksaan oleh aktor negara dan non-negara, menyelidiki setiap dugaan penyiksaan, mengesahkan dan menerapkan peraturan perundang-undangan yang melarang penyiksaan, tidak menggunakan pernyataan yang didapat melalui interogasi yang disertai penyiksaan, melatih aparat penegak hukum dan menyediakan pengamanan prosedural, dan memulihkan dan memberi kompensasi bagi korban dan keluarganya.

Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat negara berdampak langsung pada hak untuk hidup, yang dilindungi oleh Pasal 6 ICCPR, yang wajib dipatuhi Indonesia sebagai negara pihak. Oleh karena itu, penggunaan kekuatan harus sesuai dengan perlindungan hak asasi manusia yang ketat sebagaimana diatur secara lebih rinci dalam Kode Etik PBB untuk Pejabat Penegak Hukum (1979) dan Prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Pejabat Penegak Hukum (1990). Penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia diatur lebih lanjut oleh  Peraturan Kapolri Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Polisi. (Badii Jheff)

Post a Comment

Previous Post Next Post

JSON Variables

World News

نموذج الاتصال