Pelajar dan Mahasiswa Nduga Tuntut Terdakwa Mutilasi di Timika Dihukum Mati

 

Para Pelaja dan Mahasiswa Nduga Se-Jawa Bali saat jumpaa pers menuntut
 penegakan hukum pada kasus mutilasi 4 warga sipil di Timika (Dok: Jimy Lokbere)

Semarang, cekfakta - Hak Asasi Manusia (HAM) wajib di junjun tinggi oleh setiap orang, yang telah tertuan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999. Maka dengan melihat peristiwa perencanaan pembunuhan mutilasi empat warga sipil Nduga pada 22 Agustus 2022 atas nama Alm. Arnold Lokbere, Alm.Irian Nirigi, Alm. Lemanion Nirigi, Alm. Atis Tini pelaku telah dilakukan secara sadar menghilangkan nyawa secara paksa.


Atas peristiwa misterius tersebut Ikatan pelajar dan Mahasiswa Nduga Se-Indonesia Wilayah Se-Jawa dan Bali melakukan jumpa pers untuk menganggapi ketidakpuasan atas proses persidangan mutilasi. Jumpa pers tersebut berlansung di Sekretarit IPMNI Semsal Kabupaten Salatiga pada kamis (19/01/2023).


Terdakwa enam orang prajurit Tentara Nasional Indonesia yang telah disidangkan melalui pengadilan militer III-19 Jayapura diantaranya kapten (Inf) Dominggus Kainama, Prajurit satu (Pratu) Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra Clinsman, Pratu Rizky Oktav Muliawa, dan Prajurit Kepala Pargo Rumbouw dan satu disidangkan lalui pengadilan militer III Surabaya yakni Mayor (Inf) Hermanto Fransiskus Dakhi dan empat tersangka sipil masih belum dilimpahkan pengadilan umum.


Sejak tanggal 12 sampai 14 Desember 2022 lalu proses persidangan pelalu mutilasi terhadap empat warga di Timika dengan agenda pemeriksaan oknum pelaku. Pemeriksaan saksi korban, penjualan senjata Api. Kemudian persidangan selanjutnya terhadap Mayor Hermanto Fransiskus Dakhi dilakukan pada tanggal 16-17 Januari dan persidanga lanjutan pada tanggal kamis, 19 Januari 2023 di pengadilan militer III-19 Jayapura.


Keluarga korbang Kaliminus Balinol menilai bahwa persidangan mutilasi yang telah disidangkan selama ini tidak ada teransparan, akuntabel terhadap keluarga korbang terutama kepada publik umum karena seorang mayar di dakwa dengan pasal karet yakni Pasal 480 KUHP.


Lanjut Kaliminus “Pasal tersebut seolah-olah seperti hukuman yang dikenakan kepada pencuri sendal, karena hukumannya jauh berbeda dari harapan keluarga yang mestinya memberikan hukuman yang setimpal dengan keempat warga sipil yang dimutilasi militer,” Tegasnya.


Selah-selah itu Pinus Nirigi, menjelaskan bahwa “kami pelajar dan mahasiswa serta seluruh masyarakat Nduga meminta untuk proses persidangan ini di Timika baik itu pelaku militer maupun sipil secara terbuka, transpara untuk umum. Namun proses ini tidak sesuai dengan permintaan keluarga korban sehingga dilakukan secara tetutup. Hal serupa juga terjadi terhadap kasus biak berdarah, paniai berdarah, Wasior Berdarah dan kasus lainnya,” Hal itu siampaikan ketika ditemui media cekfakta.


“Pelaku-pelaku militer dan sipil yang didakwakan atau sudah terungkap atas kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga sipil Nduga di timika harus di hukum mati berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Negara Indonesia,” Tegas Nirigi.


Nirigi sebagai intelektual merasa prihatin dengan bacaan tuntutan dakwaan oleh hakim bahwa Mayor Hermanto Fransisku Dakhi dihukum penjara empat tahun dan dipecat dari TNI AD, hal itu tidak setimpal dengan tindakannya. Supaya semua pihak menerima tuntutan dakwaan bahwa ia harus dihukum mati sesuai dengan perbuatan. Jika hal itu tidak terwujut mana kami menilai proses persidangan ini cacat hukum," kesalnya.


“Kelurga korban tidak ingin seperti keputusan kasus paniai berdarah hukuman bebas, jika hal serupa terjadi lagi dikasus mutilasi 4 warga sipil Nduga maka keluarga korban menilai suatu penghinaan hukum terhadap keluarga korbang karena pelaku dilindungi hukum,” lanjut Nirigi.


“Dari proses-prose ini kita melihat bahwa negara cenderung dengan sengaja melakukan pembiaran dan tidak ada niat baik untuk menyelesaikan secara konprehensif terhadap peristiwa pelanggaan HAM berat diatas tanah Papua,” tandasnya. 


Awal mulai proses persidangan berlansung tidak ada transparansi sehingga berujung melindungi pelaku maka Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga Se-Jawa dan Bali (IPMNI) yang bergabung bersama keluarga korbang mengatakan sikap sebagai berikut:


Pertama, Menolak Terdakwa Mayor Helmanto Fransiskus Dakhi Didakwa Menggunakan Pasal 480 KUHP Oleh Orditurat Tinggi Berdasarkan Informasi SIPP. Hal Ini Sangat Cacat Hukum, Karena Susunan Dan Struktur Dakwaan Ini Kami Anggap Sangat Problematis, Sebab Menaruh Pasal 480 Ke-2 KUHP Tentang Penadahan Dengan Hukuman Maksimal 4 Tahun Penjara Sebagai Dakwaan Primer Adalah Merusak Harkat Dan Martabat Kemanusiaan Orang Papua.


Kedua, Hakim Militer Tinggi III Surabaya Dan Orditurat Tinggi Makassar Sangat Tidak Cermat Menjalankan Proses Persidangan Dan Terkesan Melindungi Pelaku.


Ketiga, Kami Juga Menolak Segala Bentuk Upaya Meringankan Beban Pelaku Oleh Pihak Mana Pun Selama Persidangan Berlangsung.


Keempat, Setiap Pelaku Wajib Diberikan Hukuman Yang Setimpal Dengan Menggunakan Pasal Yang Sesuai Yaitu Pasal 340 KUHP (Terencana, Terstruktur, Dan Sistematis).


Kelima, Mahkamah Agung Segera Mencabut Dan Mengatrol Dakwaan-Dakwaan Manipulatif Yang Terjadi Pada Persidangan.


Karenanya mereka mendesak kepada:


1.      Menuntut Pelaku Untuk Dihukum Mati.


2.  Presiden Jokowi untuk melihat segala fakta proses persidangan bagi orang papua secara langsung.


3.      Menkopolhukam melakukan kontrol atas setiap persidangan di Papua.


4.  Panglima Tentara Nasional Indonesia melakukan pengawasan terhadap proses peradilan dan penegakan hukum secara transparan dan akuntabel bagi para anggotanya yang terlibat dalam tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi yang terjadi di Timika.


5.    Ketua Mahkamah Agung melakukan pemantauan langsung atas kinerja perangkat peradilan yang menyidangkan para terdakwa anggota militer maupun sipil.


6.  Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia segera memutuskan permohonan untuk memberikan perlindungan serta pemulihan yang telah diajukan oleh keluarga para korban.(Boas I)

Post a Comment

Previous Post Next Post

JSON Variables

World News

نموذج الاتصال