Keluarga Korban: Pelaku Mutilasi 4 Warga Di Mimika Harus di Hukum Mati

 

Foto Dok: saat anggota DPC IPMNI Semarang Salatiga saat melakukan Jumpa Pers (bim)

Salatiga,cekfakta - Situasi kemanusiaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terus terjadi di teritorial Papua. Kondisi perlindungan, pemenuhan, dan pengakuan hak asasi manusia di Papua tak kunjung membaik hingga hari ini. Peristiwa pembunuhan disertai mutilasi yang terjadi di Mimika pada 22 Agustus 2022 yang menimpa orang asli papua amat mencederai rasa kemanusiaan.

 

Empat warga asal Kabupaten Nduga yang dilaporkan meninggal karena dibunuh dengan sadis dan dimutilasi atas nama Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Atis Tini, Lemaniol Nirigi, pelaku sebanyak 10 orang. Enam dari pelaku tersebut adalah anggota TNI aktif dari Brigif 20 AD yang bertugas di Timika, empat antaranya adalah warga sipil, berdasarkan keterangan pers yang diterima media ini pada senin (05/06/23).

 

Keluarga korban kesalkan perbuatan tidak terpuji ini telah mencederai harkat dan martabat kemanusian dan terus menambah daftar panjang kekerasaan di tanah Papua. Untuk kesekian kalinya perbuatan ini berasal dari Oknum-oknum militer yang saling berafiliasi. Tindakan-tindakan kekerasaan yang terus dipelihara, dirawat, dan dilanjutkan merupakan bagian dari proses pembiaran yang dilakukan oleh negara.

 

Sebelumnya enam terdakwa prajurit tentara aktif dari kesatuan Datasemen makas (Denma) Brigade Infanteri 20/Ima Jaya Keramo telah diputus bersalah oleh pengadilan Militer. Tiga diantaranya divonis seumur hidup yakni pratu Rahmat Amin Sese, Robertus Putra Clinsman, dan Mayor Inf. Helmanto Fransikus Dhaki. Serta dua pratu dan praka lainya di vonis 20 tahun dan 15 tahun penjara serta dipecat. Kemudian Jaksa penuntut umum pada kejaksaan Negeri Mimika telah menuntut terdakwa sipil atas nama RMH (Roy Marten Howay) APL (Andre Pudjianto Lee), DU (Dul Uman) dan RF (Rafles Laksana) dituntut penjara seumur hidup karena telah melanggar pasal 340 KUHP junto pasal 55 ayat (1) ke (1). Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

 

Pinus Nirigi dalam keterangan tertulis menjelaskan bahwa, “dalam proses persidangan hukum atas kasus mutilasi ini terjadi disvaritas hukum karena jaksa penuntut umum (JPU) tidak berasaskan pada perbuatan para pelaku mutilasi. Mayor Inf. Helmanto memvonis hukuman mati pada persidangan pada 24 januari 2023 namun Mayor Inf. Helmanto mengajukan banding pada 12 april 2023 sehingga putusan banding itu telah membatalkan putusan pidana penjara seumur hidup dan mengurangi pidana penjara menjadi 15 tahun dan pemecatan. Hal ini dinilai telah melecehkan rasa keadilan bagi keluarga dan masyarakat papua pada umumnya,” tegasnya.

 

Lanjut Nirigi sebagai kordinator sebagai jumpers, Sejak berlangsungnya persidangan sipil banyak Perlakukan berbeda terhadap Keluarga Korban di Pengadilan Negeri Timika karena tidak seperti biasanya hampir semua anggota keluarga korban mendapatkan pemeriksaan yang ketat serta akses persidangan keluarga korban dibatisi oleh aparat keamanan polres mimika.

 

“pemeriksaan yang ketat serta jumlah akses bagi keluarga korban serta pengaman menggunakan senjata laras panjang adalah suatu upaya diskriminasi tindakan-tindakan kebiadaban yang dilakukan porles Mimika dan hal ini juga diungkapkan oleh ketua komnas Ham pada 31 mei 2023,” kesalnya.

 

Demi keadilan dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) di atas Tanah Papua maka kami mahasiswa dan keluarga korban mutilasi 4 warga Nduga di Timika mendesak:

 

Pertama: Kami mendesak kepada pengadilan Negeri Mimika dan Pihak kemamanan Poles mimika agar hentikan Tindakan Perlakuan Diskiminasi terhadap keluaga korban dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Mimika.

 

Kedua: Kami mendesak bahwa Proses putusan harus sesuai dengan tuntutan JPU Nomor : 7/Pid./B/2023/PN.Tim, Terdakwa I Andre Pujianto Lee, II Dul Uman, III Rafrles Lasaka dan termasuk Roy Marthen Howay . Sesuai pasal 340 KUHP Jo 55 ayat (1) ke-1 dalam dakwaan primair dengan tuntutan Seumur Hidup.

 

Ketiga: Kami mendesak majelis hakim banding pengadilan Tinggi militer III Surabaya agar tinjau ulang putusan pengurangan hukuman penjara seumur hidup menjadi 15 tahun terhadap Mayor Helmanto Fransiskus Dahki.karena tidak sesusi dengan gelar perkara dan fakta persidangan bahwa mayor helamnto fransikus dahki merupakan otak yang mengatur perencanaan kasus mutilasi Bersama lainya dan wajib diberikan hukuman seumur hidup.

 

Empat: Kami mendesak semua pelaku sipil wajib diberikan putusan Hukuman Seumur Hidup sesuai dengan perbuatan. Agar menjunjung tinggi keadilan bagi setiap orang dan hukum yang tidak diskriminasi.

 

Lima: Kami mendesak dan menuntut kepada Mahkama Agung RI, Komans HAM RI, agar memantau, dan meninjau setiap persidangan yang merugiakan Rakyat Sipil Asli papua.

 

Redaksi

Post a Comment

Previous Post Next Post

JSON Variables

World News

نموذج الاتصال